Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari September, 2018

Hijab or Not

Iya sih kerudungan, panjang lagi, tapi tetap ya kelakuan mah minus. Mending juga ga pake kerudung sekalian tapi kelakuan bener. Pernah dengar komentar/opini semacam di atas? If yesss.. jangan khawatir, kita bukan diajang kompetisi dan mereka bukan jurinya, they won't make you loose or win. Their opinions are nonsense. 😁 Memakai kerudung atau lazimnya kini sering disebut hijab itu kewajiban, bukan suatu parameter untuk menjadikan standar pemakainya akan berlaku bak malaikat yang ga pernah salah, dan saat laku salah sedikit aja, langsung dihina dina. We're human too, mau pakai kerudung atau ga, mau agamanya apapun. Sehingga penggunaan kerudung dan perilaku seseorang ga selalu bisa dianggap berbanding lurus. Walau memang seseorang yang sedang berusaha mematuhi perintah Allah, tentu insyaaAllah mempunyai penilaian tersendiri dari sisi Rabb nya. Dengan bermula hatinya memakai kerudung dan menjaganya untuk istiqomah memakainya, akan lebih indah menyemangatinya dan menemaninya u

1440 Tahun Lalu..

Tepat 1440 tahun lalu, seseorang yang mulia bersama para sahabat setianya, meninggalkan kota kelahirannya.. Tepat 1440 tahun lalu, ia terusir dari tanah yang dicintainya karena teguh berpegang pada Rabb dan agamanya.. Tepat 1440 tahun lalu, para kaum yang berpindah, kaum muhajirin, disambut dan diterima oleh saudaranya, kaum anshar.. Dan masih banyak peristiwa yang perlu di urai dalam memperingati 1440 hijrahnya Sang Nabi, Rasulullah Sholallahu Alaihi Wa salam. Sosok mulia yang mengajarkan begitu banyak makna dalam setiap tarikan nafas hidupnya. Bagaimana berhijrah tak hanya berpindah dari satu tempat ke tempat yang lainnya, selain Allah yang menjadi tujuannya. Bagaimana merelakan segala yang dicintai, tanah kelahiran, tempat tinggal, harta kekayaan hingga keluarga untuk menjemput ridho Rabb nya. Dan bagaimana meresapi syukur dari penerimaan oleh saudara baru yang menerima dengan kehangatan dan sukacita. Betapa bahagia ukhuwah yang terjalin karena Allah di hati masing-masingnya.

Bagaimana Perasaanmu? #3

Jika sedih adalah satu kata sebelum koma, maka masih ada cerita lain untuk mengakhiri bertemu titik. Dan cerita pun tak berhenti dari sekedar kalimat berjumpa titik hingga lembarnya terkumpul menjadi satu cerita utuh. "Kita telah menyepakati, bahwa kita berhenti pada tanda koma ini. Aku tak tahu apakah akan berakhir dengan orang yang berbeda atau denganmu hingga menemui titik." "Lalu?" Tanyanya lirih. "Lalu apa?" "Ya bagaimana bisa kau tidak menangis?" Tanyanya semakin penasaran. "Aku hanya tak menangis hari ini, di depanmu. Sudah aku habiskan semua sesak dan tangisku saat tak ada satu orang pun yang tahu, hingga tak tersisa." Dia mengernyitkan dahinya, lalu tertunduk. "Hidupku harus tetap berjalan. Aku tak boleh berhenti dengan kisah-kisah yang telah berlalu hingga tak berani membuka lembar yang baru bukan? Begitu pun denganmu. Walau nyatanya tak semudah itu saat dilembar selanjutnya aku menemukan tokoh baru yang datang pad

Bagaimana Perasaanmu? #2

Aku tak tahu bagaimana memaknai perasaan, sedang rasanya saja tak dapat dikecap oleh indera perasa. Fisiknya pun tak mampu terjamah, walau hanya sentuhan lembut antaranya dan tanganku yang menengadah. Rupanya pun dapat terlihat oleh mata, selain ilusi yang terus berubah, kadang bunga dimusim semi dan kadang pula badai yang siap membuat runtuh apapun yang dilewati. Sungguh ia hanya terdiri dari 4 huruf penyusun pada kata utamanya, namun dapat mengubah dunia hingga tak mampu berkata-kata. Lalu apakah dia? To be continued...

Bagaimana Perasaanmu? #1

Matanya menatap 30° kebawah, tepat ke arahku dengan tatapan seperti angin dingin yang membawa awan kelabu. "Bagaimana perasaanmu?" Aku membalas tatapnya yang serasa menusuk masuk kedalam mataku. "Bagaimana menurutmu?" Balik aku bertanya dengan sunggingan senyum bulan sabit tak lebih dari 1 cm ke kiri dan ke kanan. Dia melemparkan pandangannya jauh. Menarik nafas dalam dan membuang nafas serta pandangannya ke tanah. "Tidak kah kamu sedih?" "Jika itu pertanyaanmu tentu kamu tahu jawabnya, namun jika kamu bertanya, kenapa aku tak menangis, mungkin aku punya jawaban berbeda." Mata kami kembali bertemu. Alisnya menaik dan dahinya mengerut seperti bertanya tanpa kata. Lalu aku menambahkan, "Aku tak memintamu bertanya apa jawabannya atau pun melarangmu untuk tahu apa alasannya," Awan yang sebelumnya kelabu terbawa angin ke matanya, kini siap menurunkan hujannya pada langit gelap yang telah mendung sedari pagi. Tangannya meremas tanga