Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Maret, 2018

Puisi Lama bukan Untuk Ibu

Aku tenggelam dalam kisah cinta yang penuh intrik dan dilema. Sesaat kau membuatku terpana, namun beberapa saat kau membuatku bagai orang yang paling hina. Senyummu itu, yang selalu aku kagumi setiap menatapmu, yang sanggup melelehkan hatiku dan juga membakar jantungku. Kamu tahu.. aku bukanlah orang yang bodoh, namun kamu selalu berhasil membodohiku dengan kata-kata sederhanamu yang membuatku hanya mempunyai satu dunia, yaitu kamu. Dan saat kamu pergi, apalagi yang aku punya selain mati? Kutemukan kembali selembar kertas yang kutulis puluhan tahun silam. Kertas yang kini terkoyak lapuk oleh waktu. Kertas saksi hidupku pengingat masa laluku yang tak selalu ingin ku ingat. Dan kini bukanlah air mata seperti dulu saat aku menulis kata-kata itu. Sesekali renungan dan cekik tawa yang keluar dari mulutku ini. Betapa aku terjebak dalam perasaan dan kata-kata yang hampir membuat ku gila. "Kenapa pak? Kok tertawa gitu?" Tanya wanita yang tetap cantik diusia senjanya, istriku. &q

Kamu dan Awan

Bagiku kamu seperti awan, Kamu tinggi dan memang sulit untuk dicapai, Tapi bukan tidak mungkin untuk bertemu, Seperti saat tetesmu rela menempuh ribuan kilometer hanya untuk menyentuh tanganku, Seperti awan yang tidak banyak bersuara Bergerak perlahan tanpa kata Namun tetap menaungiku dari kejauhan Meneduhkan ku saat terik menghantam permukaan Namun kadang sebagai awan, Kamu membuatku gelisah tidak karuan, Saat warnamu menggelap suram, Dan membuat hatiku gundah tentang apa yang akan kamu lakukan Terlebih saat akhirnya kamu mulai bersuara Melalui gelegarmu yang memekakan telinga Apalagi sambitan cahaya Cahaya yang mampu menghanguskanku dalam sekali sambaran Namun tetaplah kamu awan yang tidak selalu menakutkan, seperti saat malam kamu menghindar, Memberikanku ruang penglihatan untuk menikmati bintang, Dan bersembunyi dalam gelap malam #sabtulis

Aku Bersyukur bahwa Aku Muslimah

Saat aku minder dan merasa rendah diri, aku perlu ingat kalau aku sudah sangat beruntung. Allah tempatkan aku dilingkungan islam dan menjadikan aku sebagai muslimah, dimana tidak semua wanita di bumi ini mendapatkan kehormatan seperti aku.  Saat aku merasa tidak sehebat teman yang lain, dimana mereka memiliki karir melesat di perusahaan yang di sebut-sebut hebat, aku patut bersyukur Allah telah menempatkan aku di tempat terbaik untukku saat ini dengan banyak keberkahan dan keleluasaan untuk beribadah. Bukankah Allah tidak menuntut dan mewajibkan aku untuk menjadi manager atau posisi lebih tinggi dari itu? jika kelak aku menempati jabatan atau posisi tinggi, maka itu bonus bagiku dan bentuk Allah memberiku tanggung jawab lebih untuk bisa bermanfaat bagi rekan lainnya. Saat aku sedih dengan segala macam permasalahan yang ada, aku bersyukur karena Allah pernah berkata: La Tahzan Innallaha Ma'ana. Allah sudah dari jauh-jauh waktu memberikan jawaban atas kesedihanku dengan berk

Senja

Pada suatu senja, di balkon lantai 2 rumah berwarna abu-abu, bercakaplah sepasang suami istri. "Untuk apa kita disini?" Tanya sang istri yang duduk bersebelahan suaminya dengan tatapan heran. "Memandang senja," jawab sang suami tenang. Sang istri mendengus, "Sudah kubilang, aku tidak suka senja. Aku lebih suka pagi. Bagiku senja membuatku hampa, seperti berada di kota mati sendirian ditengah para zombie. Sungguh tidak ada yang bisa kunikmati dari senja selain kegusaran," "Justru itu. Apakah ada pagi jika senja tak pernah ada? Bagaimana bisa kamu mensyukuri dan menikmati pagi yang kau sukai, jika senja yang kau benci tak pernah hadir untuk saling mengisi waktu yang saling berganti? "Istriku sayang, bersyukur itu satu paket, baik untuk yang kamu senangi menerimanya ataupun yang bahkan kau segan untuk menengoknya, "Seperti aku yang tidak sepenuhnya sempurna, yang pasti punya kekurangan sebagai manusia, namun kau mau menerimanya, hingga k

Sepotong Hati yang Tak Sempat Melengkapi

Banyaknya kesamaan dan tawa yang aku dan kamu miliki dan berbagai rasa yang sempat saling berbagi, membuat aku mengira kamu adalah potongan hati pelengkap milikku. Namun aku lupa satu hal, untuk dapat melengkapi satu sama lain, yang aku butuhkan bukanlah bentuk potongan yang sama, melainkan potongan yang saling menggenapi kekosongan yang aku punya dan begitupun aku yang dapat mengisi kekosongan yang kamu punya. Kita telah mencoba dalam skala waktu yang semakin lama semakin membuat aku dan kamu saling terluka, dalam pemaksaan untuk menyatukan potongan itu. Hingga akhirnya kita menyadari usaha kita lama kelamaan hanya akan merusak potongan hati yang kita punya, entah itu patah, sobek, retak ataupun memar. Semakin kita mencoba, semakin kita melukai satu sama lain hingga rasanya benturan kecil akan membuat retak menjalar dengan rapuhnya untuk saling menggugurkan. Malam itu, saat tangis antara aku dan kamu saling tertahan. Saat aku dan kamu butuh untuk saling menguatkan dan berkata,