Mencintaimu tak sesederhana api yang membakar kayu menjadi debu,
Mencintaimu tak sesederhana angin yang menerbangkan debu sambil berlalu,
Aku mencintaimu tak sesederhana seperti hati yang mudah melekat hanya karena lagu,
Oleh karena itu tak sederhana pula aku melupakanmu, sebab jejakmu terlanjur membekas dihatiku
Sebuah puisi pada lembar kertas yang kian menguning, yang tengah mengusang termakan usia. Kertas yang telah terabaikan 2 tahun terakhir diantara halaman buku tua yang lama tak ku jamah. Kata-kata terakhir yang ku terima sebagai pernyataan akhir dari dua orang yang saling meniadakan pada akhirnya.
Bukan maksudku sengaja mengabaikannya. Tapi tak semudah itu membaca isi dan maknanya, yang bisa jadi membuatku tak ingin pergi dan menetap kembali pada hati yang sama.
Selang waktu berlalu, nyatanya hatiku masih bergetar membacanya. Guratan tulisan tangannya membuatku hatiku teriris dan kian menggetar. Karena bagiku, menghapus kenangan tentangnya tak sesederhana ombak membasuh guratan kata pada pantai.
Entah bagaimana kabarnya kini. Apakah kini ia telah menemukan pelabuhan untuk bersandar dan menetap? Ataukah sepertiku yang masih terombang-ambing dilaut lepas tanpa tepian pada batas pandang?
Sungguh tak perlu tahu aku keduanya. Karena hanya dua kemungkinan jika aku tahu, aku sakit karena ia telah menyederhanakan hingga kebilangan nol bagi kisahku atau aku hanya merumitkan harapan yang dapat berakhir pada kekecewaan.
Kerennnnnnnn
BalasHapusPengen nangis bacanya